by

11 Wonderkid Serie-A 2016-2017

Serie-A Italia 2016/2017 telah dimulai. Musim baru tentu banyak pemain anyar berdatangan. Selain pembelian-pembelian penting, parawonderkid Serie-A 2016/2017 pun tidak bisa luput dari perhatian. Kami pun memilih 11 pemain muda (di bawah 21 tahun) berbakat yang akan mencuri perhatian pada musim ini.

Dengan berbagai pertimbangan pemain-pemain di dalam daftar inilah yang dipilih. Selain soal kemampuan dan bakat potensialnya, 11 pemain tersebut ditinjau dari peluang menit bermainnya bersama klub yang dibelanya di Serie-A musim ini.

Amadou Diawara (21 Tahun)

Rasanya tidak lengkap jika membahas wonderkid Serie-A tanpa membahas Amadou Diawara. Ia adalah pemain muda yang meramaikan isu-isu bursa transfer musim panas 2016.  Aston Villa, AS Roma, Chelsea, Manchester City, Manchester United, Napoli dan Juventus mengincarnya. Hal itu wajar karena Diawara sudah menjadi gelandang bertahan yang penting bagi Bologna sepanjang musim lalu dalam usia 18 tahun.

Diawara pintar mencuri bola dari penguasaan lawan. Selain kuat dalam bertahan, ia mahir mendistribusikan bola kepada rekan-rekannya. Untuk melakukan itu, ia diperkuat dengan akurasi operan pendek dan panjang yang akurat. Permainannya itu membuat tempo permainan Bologna musim lalu sangat mengandalkan Diawara. Ia juga tidak jarang berimprovisasi melepaskan tendangan jarak jauh ke gawang lawan. Gaya permainan Diawara mengingatkan Yaya Toure, gelandang Manchester City.

Tapi improvisasi tendangan jarak jauh yang dilakukan Diawara adalah salah satu kekurangnya. Percobaan tembakannya jarang tepat sasaran, sehingga menjadi peluang yang terbuang. Tapi rasanya wajar untuk pemain seusianya belum terlalu matang melakukan improvisasi itu. Hal itu juga tidak mengurangi minatan dari klub lain. Sebab sampai saat ini pun namanya masih hangat di bursa transfer.

Balde Keita (21 Tahun)

Ada yang ditunggu-tunggu para pendukung Lazio dalam tiga musim terakhir ini, yaitu menanti kematangan Balde Keita. Sudah sejak 2013 pemain berkebangsaan Senegal itu memperkuat Lazio, dan ia sering diturunkan oleh siapapun pelatihnya. Dari 79 laganya bersama Lazio sejauh ini, Keita sudah mencetak 10 gol. Soal mencetak gol, Keita hanya perlu mengasah penyelesaian akhirnya saja. Sebab ia sering terburu-buru ketika mendapatkan peluang di depan gawang lawan.

Selain penyelesaian akhir, Keita lemah ketika duel udara. Ia juga malas untuk membantu pertahanan skuatnya jika melihat seringnya terlambat melakukan transisi bertahan, mengingat Lazio sering bermain dengan pressing ketat ketika masih dilatih Stefano Pioli. Tapi Keita akan hebat jika masalah penyelesaian akhirnya diatasi. Apalagi ia sudah dimodali dengan kemampuan dribel yang mumpuni.

Keita adalah pemain yang tersukses melakukan dribel di Lazio musim lalu. Ia melakukan 2,2 dribel sukses perlaga. Keita sendiri sering bermain lebar untuk melepaskan umpan silang atau melakukan cut inside. Selain second striker, ia juga bisa memainkan peran winger kiri di Lazio. Musim ini pun akan menjadi persaingannya dengan penyerang muda lainnya di kesebelasan lain seperti M`Baye Niang dan Umar Sadiq.

Bryan Cristante (21 Tahun)

Bryan Cristante masih penasaran dengan kariernya di negara kelahirannya. Kali ini ia bergabung dengan Pescara dengan status pinjaman dari Benfica. Cristante masih belum puas ketika dipinjamkan Benfica ke Palermo selama setengah musim lalu. Sebab Cristante cuma empat kali diturunkan dan dirasa kurang untuk mengasah kemampuannya. Padahal Palermo harus sikut-sikutan dengan Bologna dan Empoli untuk mendapatkan jasa Cristante.

Ia sendiri merupakan pemain jebolan Milan yang dibeli Benfica pada 2014 lalu dengan harga 4,8 juta euro. Dilepasnya Cristante ke Benfica sempat membuat para suporter Milan murka. Sebab saat itu Cristante baru satu tahun berselang memenangkan Golden Boy trophy di Piala Veireggio 2013. Cristante juga merupakan pemain andalan Tim Nasional (timnas) Italia U-16, U-17, U-18 dan U-19 kala itu.

Ia pun tidak langsung menjadi pemain reguler di Benfica, sehingga cuma diberi kesempatan bermain tujuh kali. Kendati demikian, klub itu masih percaya kepada talentanya. Maka dari itulah ia coba dipinjamkan ke Palermo dan sekarang Pescara. Bersama Pescara, ia berpeluang mengasah kemampuannya menjadi salah satu gelandang serang masa depan Italia. Tidak menutup kemungkinan juga bagi Cristante menjadi idola baru Pescara setelah kehilangan Gianluca Lapadula ke AC Milan.

Federico Dimarco (18 Tahun)

Persaingan di posisi full-back kiri inter sangat ketat. Di sana ada Caner Erkin, Cristian Ansaldi, Davide Santon dan Yuto Nagatomo. Sesaknya di posisi itu membuat Federico Dimarco mengalah untuk dipinjamkan ke Empoli. Di Empoli, Dimarco ditugaskan mengisi kekosongan posisi full-back sepeninggal Mario Rui yang pindah ke AS Roma.

Peminjamannya kali ini bukanlah yang pertama bagi Dimarco. Setengah musim sebelumnya ia menjalani masa pinjaman di Ascoli dan menjadi pemain utama di kesebelasan tersebut. Total, Dimarco bermain 15 kali bersama Ascoli di Serie-B. Sementara ia cuma bermain satu kali di skuat senior Inter ketika menghadapi Empoli pada Mei lalu.

Dimarco sendiri merupakan pemain berteknik yang baik. Salah satu kelebihannya adalah kecepatan larinya dan sepakan kaki kirinya yang keras. Permainannya pun disebut-sebut mirip dengan David Alaba dan Jordi Alba sebagai full-back kiri jempolan zaman sekarang. Gaya permainannya pun seolah mengingatkan para legenda Inter lain sewaktu muda seperti Giacinto Facchetti, Andreas Brehme dan Roberto Carlos.

Gianluigi Donnarumma (17 Tahun)

Gianluigi Donnarumma sudah bukan menjadi sensasi baru di sepakbola Italia. Namanya sepanjang musim lalu banyak dibicarakan karena penampilannya menjaga gawang Milan. Pembicaraan dimulai ketika ia tampil pertandingan pra musim 2015/2016. Kemudian ia berhasil menyingkirkan Diego Lopez sebagai kiper utama Milan. Sepanjang musim lalu, ia sudah tampil 30 kali dan mencatatkan 10 clean sheet. Rataan kemasukannya adalah 0,88 per laga.

Upayanya itu dilakukan dalam usia 17 tahun. Maka bukan tanpa alasan jika Donnarumma digadang-gadang sebagai kiper masa depan timnas Italia. Ia diperkirakan bakal meneruskan tahta Gianluigi Buffon, kendati kiper Italia segenerasinya ada Simone Scuffet. Milan pun sempat menegaskan jika Donnarumma tidak dijual walau sempat didekati Chelsea.

Ia juga merupakan pahlawan Milan ketika mengalahkan Muenchen pada ajang International Championship Cup (ICC) 2016. Saat itu Donnarumma berhasil menggagalkan eksekusi titik putih Rafinha, sehingga Milan menang adu penalti 5-2. Maka bukan tanpa alasan jika Donnarumma adalah pemain jangka panjang Milan selain Alessio Romagnoli, Davide Calabria, Jose Mauri, Niang dan lainnya.

Gerson (19 Tahun)
Ada beberapa hal yang membuat Roma tidak terlalu khawatir kehilangan Miralem Pjanic. Pertama tentu saja karena mereka masih memiliki Kevin Strootman, Radja Nainggolan dan berkembangnya Leandro Paredes. Selain nama-nama tersebut, Gerson masuk ke dalam salah satu faktor yang melegakan lini tengah Roma.

Gerson adalah gelandang box-to-box yang didatangkan dari Fluminense. Roma pun harus bersaing dengan Atletico Madrid, Barcelona, Juventus dan Manchester United, untuk mendapatkannya. Tapi Gerson lebih memilih Roma karena peluang bermainnya lebih besar. Alasan itu bisa terealisasi sebab ia tinggal bersaing dengan Strootman, Nainggolan dan Paredes.

Di antara mereka pun hanya Nainggolan yang bisa memenuhi kriteria gelandang box-to-boxseperti peran kesukaan Gerson. Ia juga bisa bermain sebagai gelandang serang, winger dan penyerang tengah. Gaya permainannya disesuaikan dengan keahliannya melakukan umpan pendek satu dua karena cerdas ketika bergerak tanpa bola.

Kevin Diks (19 Tahun)

Para suporter Fiorentina boleh kecewa dengan strategi transfer musim panas 2016 kesebelasannya itu. Namun mereka tidak boleh meragukan masa depan yang ditawarkan Kevin Diks, pemain yang baru direkrut Fiorentina. Ia didapatkan dengan harga 2,5 juta euro dari Vitesse Arnhem. Sebelumnya Diks sudah tampil 54 kali di Eredivisie Belanda dan mencetak dua gol serta menyumbangkan empat asis.

Diks merupakan full-back kanan yang kuat dan pekerja keras.Contohnya saja ia selalu berusaha tidak terjatuh ketika beradu fisik dengan lawannya. Keahlian lainnya adalah umpan-umpan pendek yang akurat dan kuat ketika duel udara.Diks juga pemain yang tidak kompromi melakukan tekel kepada lawan-lawannya.

Ia salah satu full-back kanan yang agresif membantu serangan. Tidak jarang ia membantu serangan rekan-rekannya dengan banyak membawa bola disertai umpan-umpan pendek. Hanya saja kemampuan untuk mengirimkan umpan silang tidak terlalu bagus. Kendati demikian, kekurangan-kekurangannya itu bisa ditutupi seiring kariernya bersama Fiorentina. Apalagi kesebelasan tersebut mengandalkan serangan melalui sayap yang agresif sejak ditangani Paulo Sousa.

Marko Pjaca (20 Tahun)

Katakanlah jika Kroasia sedang berada di dalam generasi skuat sepakbola emasnya. Produksi pemain berbakat dari Kroasia juga tidak akan berhenti setidaknya selama empat tahun ke depan. Sebab pada baru-baru ini juga bintang muda dari Kroasia telah muncul, yaitu Marko Pjaca. Ia adalah pemain muda yang gaya permainannya meniru Ronaldinho, sehingga Milan dan Juventus memperbutkannya pada bursa trasnfer musim panas ini.

Akhirnya Pjaca berhasil direkrut Juventus dari Dinamo Zagreb. Pemain 21 tahun itu dikenal karena kecepatannya. Ia mampu mendribel bola dengan terampil walau sedang menguasainya dalam keadaan berlari. Aksi-aksinya itu sering membantu rekan-rekannya mendapatkan ruang di wilayah musuh, karena pemain lawan sering terpancing pergerakannya.

Tapi Pjaca harus bersabar dan berjuang keras di Juventus pada musim ini. Sebab Massimiliano Allegri, Pelatih Juventus, jarang menggunakan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3 yang biasa diperankan Pjaca sebagai winger kiri. Maka pekerjaan rumah Pjaca adalah memperkaya pengetahuan posisi serbabisanya. Selain winger dan second striker, Pjaca harus belajar menjadi wing-back, untuk formasi 3-5-2 Allegri. Tapi Pjaca bisa menjadi alternatif ketika Allegri menerapkan formasi 4-3-1-2 dengan menjadi seorang second striker.

Milan Skriniar (21 Tahun)

Sampdoria menjalani Serie-A 2015/2016 dengan kekecewaaan. Mereka yang biasa menghuni papan tengah harus bergelut dengan zona degradasi. Pemecatan pelatih pun sempat diwarnai ketika memberhentikan Walter Zenga, lalu digantikan Vincenzo Montella. Sekarang kepelatihan Sampdoria dipegang oleh Marco Giampaolo. Musim lalu ia melatih Empoli dan mengorbitkan pemain-pemain muda. Sekarang tradisinya itu ditularkan kepada Sampdoria.

Kemudian Milan Skriniar adalah salah satu bahan revolusi Giampaolo untuk klub besutannya itu. Ia direkrut dari Zilina dengan harga sekitar 1 juta euro. Sebelumnya Skiniar termasuk ke dalam skuat Slovakia di Piala Eropa 2016 dan bermain sebanyak dua kali. Kendati Slovakia dikalahkan Jerman pada laga 16 besar, namun penampilan Skriniar tetap dipuji pelatihnya.

Selain berperan sebagai bek tengah, Skriniar juga bisa dimainkan menjadi gelandang bertahan. Ia juga menjadi obat bagi kekecewaan Sampdoria yang gagal meminjam Leandro Castan karena justru berlabuh ke Torino. Skriniar akan menjadi duet Matias Silvestre di pertahanan Sampdoria musim ini.

Stefano Sensi (21 Tahun)

Dalam beberapa waktu terakhir ini, Milan dan Juventus tidak cuma berebut Pjaca saja. Pada Januari lalu, dua klub besar itu sudah memperebutkan Stefano Sensi yang saat itu berseragam Cesena. Bersama klub itu jugalah ia membuat sensasi karena disebut-sebut sebagai penemuan Andrea Pirlo baru selain Marco Verratti.

Gaya permainannya sebagai gelandang sentral, cenderung menguasai peran deep-lying playmaker. Perannya itu didukung dengan penguasaan bola dan distribusi bola yang baik. Penampilannya itu jugalah yang membaut Roberto Mancini, mantan Pelatih Internazionale Milan, pernah rela menyaksikannya langsung di Stadion Dino Manuzzi, kandang Cesena.

Tapi pada akhirnya Sensi justru berlabuh ke Sassuolo. Ia tidak langsung bergabung dengan klub-klub besar Italia, atau Chelsea yang sempat meminatinya. Sensi ingin kariernya perlahan naik dengan memperkuat Sassuolo. Maka, pada musim ini para penonton Serie-A siap-siap menantikan sensasi yang diciptakan Sensi.
Vittorio Parigini (20 Tahun)

Sekitar 10 tahun yang lalu, Silvano Benedetti selaku pemandu bakat Torino menemukan Vittorio Parigini di Pancalieri, klub amatir Kota Turin. Parigini yang waktu itu berusia 10 tahun sudah menarik perhatian Benedetti karena kekuatannya bermain sepakbola. Alhasil ia direkrut untuk mengikuti latihan di kesebelasan junior Torino di bawah pelatih Moreno Longo.

Selama berada di skuat junior itu, Parigini terus menunjukkan kekuatannya. Terutama kemampuannya dalam menyerang yang didukung dengan fisiknya yang kuat, serta kecepatan akselerasi yang eksplosif. Kemampuannya itulah yang menjadikannya sebagai winger kanan berprospek cerah. Selain menjadi winger, Parigini juga bisa ditugaskan sebagai gelandang serang atau penyerang murni.

Kendati demikian, Parigini tidak langsung menjadi andalan Torino. Ia lebih sering dipinjamkan ke kesebelasan lain. Juve Stabia dan Perugia pernah dibelanya. Tapi di Perugia-lah kariernya semakin baik. Dari 49 penampilannya berhasil membukukan delapan gol. Harapan Torino kepada Parigini pun dilanjutkan dengan meminjamkannya ke Chievo Verona untuk Serie-A 2016/2017.